Cerpen : Bintang Selatan

Andi keluar dulu ya Kek” pamit Andi 
“Di halaman saja, disitu juga ada sinyal kok”. Kakek memang begitu, seolah bisa membaca pikiran Andi, ia  memang keluar untuk mencari sinyal, sehari ini ia sibuk membantu Kakek membuat kandang ayam. Sudah tiga hari ia di rumah kakek sejak liburan semester 1 ini, Ayah yang menyuruh. Sebenarnya ia sangat senang tinggal bersama kakek, kecuali satu hal, di dalam rumah kakek sinyal sangat sulit, jadi harus keluar rumah.
Andi duduk di lincak halaman rumah, di bawah pohon mangga yang sedang tak berbuah, smartphone nya segera dipenuhi pemberitahuan dari grup whatsapp teman SMA nya yang hanya ia baca, ia sudah banyak tertinggal percakapan, dan itu membuatnya semakin bosan.
Baru beberapa detik Andi meletakkan ponselnya, terdengar nada dering, ini bukan nada pesan, tampak dilayar foto profil Ayah, Ayah juga seperti Kakek yang seolah punya mata batin.
“Andi, kamu nemenin kakek sampai habis liburan ya, Ayah tadi telpon Om Prayit, besok lusa katanya bisa nganter ayam” kata Ayah.
“Iya yah, besok lusa aja, soalnya besok Andi mau bantu Nenek nyabut rumput di kebun cabai, kayaknya sih sampe sore”
Andi masih belum berminat membalas chat temannya setelah ayah selesai telepon, membacanya saja hanya akan membuat ia semakin merasa terkurung, padahal seharusnya ia bersenang-senang disini, karena tidak bisa selalu bersama Kakek dan Nenek.
Nada dering telepon kembali terdengar, kali ini bukan ayah, tapi pak Anwar, pembina Dewan Ambalan.






“Andi, persiapkan materi untuk pelatihan Bantara setelah liburan, materi bebas, yang penting tentang kepramukaan”
“Insyaalloh Pak, saya usahain”
“Gitu aja ya ndi, terimakasih”

Andi meletakkan ponselnya, ia berfikir ini menjadi liburan paling buruk yang pernah ia lewati. Satu masalah lagi sekarang, setelah ia tak bisa bermain dengan teman-temannya di liburan ini, mendapat banyak tugas dari ayah, dan terakhir tugas dari Pembina Ambalan.
“Kamu ngelamunin apa ndi?” tanya kakek
“Eh, engga kek, kakek sudah lama di sini?”
“Benar kan kamu melamun, jangan banyak melamun, kalau memang yang kita lalui ini terasa berat, melamun tidak akan bisa membuatnya jadi ringan”

Kakek duduk di samping Andi, menatap langit dengan senyumannya, dan melanjutkan perkataannya.
“Kamu melamun soal tugas sekolah ya?”
“Iya kek, kok kakek tahu?”
“Tadi Kakek dengar kamu telponan sama pak guru” Kakek mengambil nafas panjang pandangannya masih tetap mengarah ke langit selatan.
“Dulu, ketika ayahmu masih sekolah, kakek sering menanyainya sepulang sekolah, apa yang didapatnya di sekolah. Suatu ketika, ayahmu pulang dengan sangat gembira, ia menunjukkan kepada kakek, sesuatu yang menurutnya sangat menakjubkan, ia mengambil  jarum jahit, sebuah gabus yang ia pungut dari tutup botol bekas, semangkuk air dan magnet bekas speaker. Ia gosokan jarum ke magnet lalu menaruhnya diatas gabus dan membuatnya mengambang di mangkuk air, menjelaskan bahwa itu adalah kompas sederhana yang bisa menjadi sangat berguna. Malam harinya, selepas sholat ‘isya, kakek mengajaknya melihat bintang itu”

Kakek menunjuk empat buah bintang di langit selatan, ada banyak bintang yang bisa dilihat di langit malam ini memang, tapi empat bintang itulah yang paling mudah Andi temukan sejak pertama ia duduk di halaman.

“Itu kakek namai Lintang Layangan Thereng karena memang membentuk layang-layang yang miring. Kakek menjelaskan pada ayahmu, bahwa Tuhan menciptakan bintang itu, salah satunya bertujuan untuk menunjukkan arah, jauh lebih mudah daripada menggunakan kompas jarum jahit. Lalu kakek tanyai ayahmu, bagaimana menurutmu, ia menjawab, katanya ia akan menjadikan keduanya tak terlupakan” jelas kakek

“Keduanya? Maksudnya kompas jarum dan bintang selatan? Terus, bagaimana hasilnya?” tanya Andi
“Kamu tanya sendiri sama ayah, sekarang sudah larut, sana pergi tidur, Kakek yakin urusan kamu akan dimudahkan besok, asal kamu menghaapinya dengan senang hati” Kakek bangkit dari lincak membenarkan posisi sarungnya.

“Tapi kalau urusan itu membosankan, bagaimana kek?”
“Sifat bosan itu manusiawi, yang tidak manusiawi adalah ketika menyerah dari satu urusan hanya karena bosan” jawab kakek singkat.
“Lalu, bagaimana supaya kita jangan mudah bosan pada suatu urusan kek?” Andi bertanya lagi
“Anggap urusan itu adalah hobimu, tanamkan difikiranmu, maka kamu tak akan pernah bosan” Kakek berlalu, ia masuk ke rumah tanpa mengajak Andi pergi tidur lagi, begitulah Kakek, tidak pernah mengulang untuk memerintah, tapi ia sangat tegas dan tak lupa dengan apa yang sudah diperintahkannya.
Andi hendak pergi tidur, ia melihat ponselnya dan teringat tugas dari Pak Anwar, sangat sulit untuk membuat materi di waktu sesibuk ini. Ia membuka pemberitahuan grup whatsapp, teman-teman Dewan Ambalan sedang sibuk berdiskusi, beberapa diantaranya menyebut nama Andi, sebagai yang dipercaya Pak Anwar. Andi masih belum berminat membalas, ia hanya membaca bahwa materi terakhir kepramukaan adalah Navigasi. Senyumnya mengembang jarinya menggeser ke chat pribadi dengan Pak Anwar dan menulis

“Insyaalloh saya siap pak, Materinya tentang navigasi, tepatnya bintang selatan dan kompas jarum jahit”

Tak berselang lama Pak Anwar membalas : “Materi yang bagus, jangan buat bapak kecewa”

Hatinya lega, ia segera memberitahu teman-teman Dewan Ambalan tentang materinya yang sudah disetujui Pak Anwar. Kini ia bisa tidur nyenyak, ingin rasanya ia tidur di halaman, di atas lincak, berteman Bintang Selatan yang bersinar indah. Ia tak lagi berfikir ini liburan terburuk, mungkin terindah malah, menghabiskan liburan bersama Kakek Nenek, mendapat  banyak pelajaran berharga dan yang terpenting pengalaman yang Kakek ajarkan tentang menghadapi hal yang tak disukai.

Andi masuk ke rumah, ia masih menoleh kepada bintang selatan, ia telah siap menghadapi segalanya esok pagi, dan seterusnya.

Komentar